Ada istilah Deuterokanonika dan Apokrifa, sebutan kelompok Kitab yg ditulis oleh orang Yahudi dan dibaca luas oleh Yahudi atau Kristen awal, yang banyak dipertanyakan siapa yang nulis dan aslinya dari mana
“Deutero-kanonik,” bisa diartikan kumpulan kanonik kedua, jadi masuk dalam kanon, jika demikian kitab-kitab ini tidak hanya berguna, tetapi kumpulan buku ini adalah pemberian Tuhan dan ada wibawanya
Sementara sebagian Gereja menyebutnya sebagai kitab APOKRIFA dan tidak memasukkannya dalam kanon. Aprokifa kata yg berasal dari bahasa Yunani apokryphos artinya tersembunyi. Orang-orang Yahudi tidak memasukkannya dalam kanon mereka, Tanakh
Apokrifa memberikan gambaran sekilas tentang dunia Yudaisme Bait Suci Kedua (yaitu, Yudaisme dari waktu pembangunan kembali bait suci di Yerusalem setelah kembali dari pembuangan Babilon) dan membantu untuk memahami latar belakang periode Perjanjian Baru.
Meski Apokrifa atau Deuterokanonika sudah jadi bagian sejarah gereja, dibaca dan dipelajari dari generasi ke generasi tetapi Gereja memiliki pandangan yang berbeda-beda soal posisi kumpulan kitab ini dan juga berbeda dlm susunannya atau isi kumpulan kitab ini
Dalam Alkitab modern biasanya kumpulan kitab ini diletakkan di tengah-tengah antara PL PB
Pandangan Protestan mengenai Apokrifa bisa dilihat dari Westminster Confession dan Anglican Cathechism
According to the Westminster Confession of Faith: “The books commonly called Apocrypha, not being of divine inspiration, are not part of the Canon of Scripture; and therefore are of no authority in the Church of God, nor to be any otherwise approved, or made use of, than other human writings”
According to the Anglican Catechism of the Anglican Churches of North America (2020): “lThw fourteen books of the Apocrypha, historically acknowledged bt this church, are ore-Christian Jewish Writings that provide background for the NT and are included in many editions of the Bible. They may be read as examples of the faithful living but “not establish any doctrine” (quoting from article 3 of the Thirty Nine Articles of Religion
GEREJA TIMUR membedakan Kitab-kitab menjadi tiga bagian
Kitab yang dibaca di Gereja
Kitab yang dibaca secara pribadi
Kitab yang tidak dibaca sama sekali
Gereja Ortodoks Yunani mengakui Perjanjian Lama dan Apokrifa, tetapi tidak membaginya ke dalam dua kategori itu, dan mereka hanya menganggapnya sebagai anagignoskomena, yang berarti “buku untuk dibaca.” Anagignoskomena demikian disebut artinya buku untuk dibaca, semua buku kelompok 1 dan 2.
Sementara Gereja Barat membedakan jadi dua
Kitab-kitab Kanonik
Kitab-kitab non Kanonik
Umat Katolik mengakuinya sebagai 'deutero-kanonik', koleksi kanonik kedua, tidak hanya berguna, tetapi sebagai pemberian Tuhan dan berwibawa.
Apokrifa Protestan, deutero-kanonik Katolik, dan anagignoskomena Ortodoks Yunani tidak semuanya mengandung serangkaian kitab yang sama. Jadi hal ini bikin rumit, makin rumit jika kita pertimbangkan ini: Alkitab Slavonik, nenek moyang Kanon Versi Sinode Rusia (Alkitab Ortodoks Rusia standar), memiliki sedikit variasi dari Alkitab Ortodoks Yunani dalam hal buku-buku apokrif mana yang disertakannya. Agak lebih eksotis, Gereja Ortodoks Ethiopia memasukkan dalam Perjanjian Lama mereka seluruh kanon Ibrani dan Apokrifa, tetapi juga menambahkan 'tulisan-tulisan pseudepigrafi' seperti Yobel, 1 Henokh, dan 4 Barukh, sambil menolak kitab-kitab seperti 1 dan 2 Makabe.
Kalau saya ditanya perlu tidak baca Apokrifa atau Deuterokanonika? Kalau saya sih yes! harus membaca Apokrifa! Sebab jika saya ingin memahami periode sejarah antara Maleakhi dan Matius, maka saya harus membaca sejarah, literatur hikmat, dan harapan masa apokaliptik yang terkandung dalam kumpulan tulisan ini.
Kalau kamu? Baca tidak?